Minggu, 26 Februari 2012

EKSPOR TIMAH: Diproyeksi jeblok karena hujan

Large_dsc_0160 
JAKARTA: Pengiriman timah olahan dari Indonesia—yang merupakan pengekspor terbesar di dunia—kemungkinan merosot ke level terendah dalam 2 tahun terakhir karena musim penghujan yang mengganggu pertambangan.

Angka perkiraan median dalam survey Bloomber News terhadap empat eksekutif perusahaan, analisis, dan pedagang, menunjukkan ekspor bahan antikarat tersebut selama triwulan pertama tahun ini hanya dikisaran 20.000 ton, atau turun 11% dari capaian periode yang sama tahun lalu 22.568 ton.

Angka perkiraan capaian itu merupakan yang paling rendah sejak triwulan pertama 2010 yang hanya 19.975 ton.

Bulan ini, pengiriman timah diperkirakan 5.000 ton. “Cuaca basah biasanya akan berlangsung hingga bulan depan atau April," kata Abrun Abubakar, Corporate Sekretary PT Timah. Selain itu, gelombang laut yang tinggi dalam 2 bulan terakhir juga memaksa penambang pindah ke lokasi penambangan yang lebih aman.

Penyusutan pasokan dari Indonesia yang menguasai 40% pasokan timah dunia ini diperkirakan membuat harga bahan baku industri itu reli 24% di pasar London, dan mendongkrak pendapatan produsen seperti PT Timah.

Menuru Abubakar, hujan di Provinsi Bangka Belitung telah menghambat aktivitas pertambangan.

Penguatan kembali harga timah pada Januari – Februari akan memicu pasokan dalam 1-2 bulan mendatang, tetapi penghujan telah menghambat aktivitas pertambangan, kata Peter Kettle, Manajer Penelitian pada ITRI, ltd, yang berbasis di St.Albans, Inggris. Dia memproyeksikan ekspor merosot ke titik rendah ke level 18.000 ton pada triwulan ini.

Ekspor paa Januari anjlok 64% dari bulan sebelumnya menjadi 5.380 ton karena penghujan dan menipisnya stok setelah pedagang terdorong melakukan pengiriman pada Desember. Tahun lalu, ekspor Indonesia mencapai 96.020 ton.

Tahun lalu, harga berjangka timah merosot 29% di tengah kekhawatiran terhadap kembalinya resesi global yang dapat menekan permintaan. Produsen di Indonesia termasuk timah (TINS) menyetujui larangan sukarela ekspor dari Oktober sampai Desember untuk mengangkat kembali harga dengan target ke level US$ 25.000 per ton. Pada Agustus harga jatuh 13% dan pada September terjun 17%.

Kemarin, timah untuk pengiriman 3 bulan jatuh untuk hari kedua, menurun 0,6% menjadi US$23.901 per ton di London Metal Exchange. Di Jakarta, timah jatuh 1,7% menjadi Rp1.990, menuju penurunan pertama dalam 5 hari.

Adapun stok logam yang digunakan dalam solder dan kemasan yang terpantau LME turun menjadi 9.090 ton pada 8 Februari, level terendah sejak Maret 2009. Kemarin persediaannya 9.945 ton.(msb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar