Rabu, 15 Februari 2012

BURUH OUTSOURCING: Perusahaan migas agar taat hukum

Large__mg_1057                            JAKARTA: Menakertrans Muhaimin Iskandar meminta perusahaan di sektor minyak dan gas agar melaksanakan ketentuan outsourcing, perjanjian kerja waktu tertentu, dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada 17 Januari 2012.

Selain itu, kepatuhan perusahaan sektor tersebut harus sesuai dengan surat edaran Dirjen PHI dan Jamsos No. B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011.

Menurut Muhaimin, perusahaan-perusahaan migas mampu menjaga kondisi hubungan industrial yang kondusif antara pekerja/buruh dan manajemen perusahaan dengan tetap mematuhi peraturan ketenagakerjaan, serta mengutamakan aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

“Sektor migas merupakan sektor yang vital, jadi keberadaannya harus dijaga dengan baik, apalagi migas merupakan sumber utama penerimaan negara yang mendukung pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya dalam Eksekutif Meeting Hubungan Industrial di Sektor Migas, Rabu (15/02).

Dia menuturkan ketentuan mengenai outsourcing, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) harus dilaksanakan dengan baik oleh perusahaan-perusahaan migas, terutama yang terkait dengan keberadaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas.

Pemerintah, lanjutnya, berharap perusahaan migas dapat menyepakati dan menetapkan alur proses produksi yang akan diserahkan kepada perusahaan lain, sehingga tidak terjadi permasalahan dalam hubungan kerja dengan pekerja tetap yang ada.

“Dalam pelaksanaannya, perusahaan-perusahaan migas harus mematuhi poin-poin yang tercamtum dalam surat edaran tersebut,” tegasnya.

Jadi, Muhaimin menambahkan jika dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerjanya tidak memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak- hak bagi pekerja yang obyek kerjanya tetap ada (sama) maka harus didasarkan pada PKWTT.

Namun, katanya, apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerjanya sudah memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja yang objek kerjanya tetap ada (sama), dapat didasarkan pada PKWT.

“Untuk menjamin adanya perlindungan, kepastian hukum, kesejahteraan dan kelangsungan usaha, perusahaan migas harus menerapkan syarat-syarat kerja yang diatur dalam PKB [perjanjian kerja bersama] maupun PP [peraturan perusahaan] bagi yang belum memiliki serikat pekerja/serikat buruh,” paparnya.

Menurut data Kemenakertrans per Februari 2011, secara keseluruhan terdapat 45.736 perusahaan yang membuat PP dan ada sekitar 11.115 perusahaan yang membuat PKB di seluruh Indonesia.

Muhaimin meminta pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) harus bekerja sama membangun hubungan industrial yang harmonis, demokratis dan berkeadilan,

Hal itu diperlukan untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif, sehingga dapat menciptakan ketenanganan bekerja, sekaligus membuka lapangan kerja baru dalam rangka penanggulangan pengangguran dan peningkatan kesejahteraan pekerja. (Bsi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar