Senin, 27 Februari 2012

Izin Tambang Terkait Politik

Rabu, 22 Februari 2012 | 02:51 WIB 
Jambi, Kompas - Maraknya penerbitan izin tambang batubara diduga terkait politik lokal, yaitu suksesi dan akhir masa jabatan kepala daerah di Jambi. Hasilnya, lebih dari 600 izin dengan skala keluasan 198 hektar ke bawah terbit dalam empat tahun terakhir.
Anggota Komisi Tetap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Provinsi Jambi, Husni Thamrin, mengatakan, izin tambang batubara marak dari tahun 2009 hingga 2011 pada wilayah Kabupaten Sarolangun, Tebo, Bungo, Batanghari, dan Muaro Jambi.
Praktik pemberian izin tersebut bersamaan dengan momentum akhir masa jabatan dan suksesi kepala daerah. ”Selama rentang waktu itu, pemilihan bupati berlangsung pada lima daerah terkait,” ujar Husni di Jambi, Selasa (21/2).
Ia menjelaskan, proses pemberian izin tambang batubara pada skala keluasan di bawah 198 hektar lebih mudah. Pemohon tidak perlu menyertakan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), tetapi hanya dokumen upaya kelola lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan. Proses perizinan juga nyaris tak terpantau pemerintah provinsi. ”Provinsi tidak mendapat laporan sama sekali mengenai izin yang diberikan di daerah,” tutur Husni.
Kemudahan proses itulah yang mendorong bupati-bupati lama dan para calon petahana menerbitkan izin memperkuat dukungan ataupun pendanaan. Sebagaimana diketahui, Sukandar (Bupati Tebo), Abdul Fattah (Bupati Batanghari), dan Sudirman Zaini (Bupati Bungo) merupakan petahana.
Pasca-pemilihan umum kepala daerah, menurut Husni, ternyata tidak ada lagi izin baru tambang batubara yang terbit. ”Ini menguatkan bahwa pemberian izin diduga sangat terkait suksesi pilkada,” ujarnya.
Sukandar mengatakan, setelah terpilih sebagai kepala daerah enam bulan lalu, dirinya mendapati ada penerbitan 60 izin baru tambang batubara. Izin keluar dalam rentang waktu satu tahun terakhir dan ditandatangani bupati terdahulu. Saat izin itu keluar, Sukandar masih menjabat sebagai wakil bupati dan tidak berwenang menandatangani penerbitan izin. ”Pemberian izin sepenuhnya wewenang bupati.”
Sejak menjadi Bupati Tebo, ia baru satu kali mengeluarkan izin peningkatan status eksplorasi menjadi eksploitasi. ”Karena semua persyaratan telah dipenuhi investor,” ungkapnya.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Jambi Azwar Effendi mencatat, hingga saat ini ada 386 izin usaha pertambangan (IUP) di Provinsi Jambi, 261 IUP di antaranya untuk kegiatan eksplorasi, sedangkan 125 IUP lain telah berproduksi.
Lembaga pengawas
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan, pemerintah tengah berupaya mencari celah hukum untuk mendorong kontrol yang lebih ketat pada pemberian izin tambang di kota/kabupaten. Celah itu berupa lembaga pengawas di tingkat provinsi. ”Masih ada celah yang sedang kami cek. Harus ada lembaga di provinsi yang mengawasi sehingga tidak bisa diterbitkan izin di kabupaten/kota tanpa ada inspektur tambang. Jadi, harus ada inspektur tambang jika mau mengeluarkan izin,” kata Jero Wacik.
Pemerintah bertekad untuk merapikan tambang-tambang yang bermasalah di seluruh Indonesia. ”Banyak sekali tambang yang bermasalah. Kami sedang berupaya memperbaiki peraturan-peraturannya,” ujar Jero Wacik.
Sekretaris Perusahaan PT Aneka Tambang (Antam) Bimo Budi Satriyo, kemarin, di Jakarta, mengklaim, Antam selalu mengacu pada amdal, RKL dan RPL, serta praktik pertambangan yang terbaik (mining best practice).
Selektif
Bupati Ende Don Bosco M Wangge, Selasa, menyatakan, izin tambang yang dikeluarkan oleh Pemkab Ende dilakukan secara selektif dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. ”Kami memberikan izin tambang secara selektif, seperti di daerah Wololele A yang kaya akan potensi emas, begitu juga di Boafeo di Kecamatan Maukaro yang memiliki kandungan mangan. Walau banyak perusahaan yang berminat, izin tidak kami berikan sebab itu di daerah hulu,” kata Don Bosco. Saat ini Pemkab Ende mengeluarkan 20 IUP untuk komoditas mangan, batuan zeolit, galena, galian C, bijih besi, dan pasir besi.
Pemkab Tasikmalaya, Jawa Barat, menahan permohonan izin baru bagi penambangan pasir Galunggung dan pasir besi karena memicu bencana longsor dan banjir. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tasikmalaya H Miscbah menyatakan, hanya ada satu perusahaan tambang pasir besi yang beroperasi. Pada 2011, Pemkab Tasikmalaya menolak 40-an pengajuan izin baru.
Warga desa nelayan di pantai selatan Kabupaten Blitar, Jawa Timur, juga mengeluhkan penambangan pasir besi yang merusak lingkungan dan tak memberikan kontribusi ekonomi bagi warga.
Merusak pesisir
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nusa Tenggara Timur Herry Naif di Kupang, kemarin, menyatakan, IUP No 184/HK/2011, tanggal 4 April 2011, yang diberikan kepada PT Skyline Flores Adijaya untuk usaha pertambangan pasir besi dan SK No 67/HK/2010, tanggal 4 April 2010, yang diberikan kepada PT Greenlife Bioscience, sangat meresahkan warga. ”Warga pesisir pantai Sika, dari Paga sampai wilayah Doreng Mapitama, mendesak pemerintah setempat agar membatalkan izin itu. Mereka sangat khawatir lahan pertanian mereka hilang,” kata Naif tentang ancaman kerusakan pesisir pantai Sika sepanjang 10.000 hektar.
Tuntutan serupa muncul dari warga di Pulau Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, dan Desa Degeuwo, Kabupaten Paniai, Papua. Kondisi lingkungan Bangka makin rusak parah akibat maraknya pertambangan timah. Keresahan warga bertambah karena pertambangan makin meluas ke lautan. ”Hutan yang ada di Bangka hanya tinggal 10 persen,” kata Isnaini, konsultan lingkungan di Bangka.
Warga Desa Degeuwo, Kabupaten Paniai, meminta agar tambang emas di pinggiran Sungai Derewo ditutup. Ketua Aliansi Intelektual Suku Wolani, Moni, dan Mee Thobias Bagubau mengatakan, pertambangan tak memberikan manfaat bagi penduduk. Bupati Kabupaten Paniai Naftali Yogi berjanji akan menertibkan penambangan di Degeuwo lagi. Saat ini ada tiga perusahaan yang mengantongi izin usaha tambang di Degeuwo. (NIT/ITA/IRE/ODY/JOS/KOR/SEM/CHE/ATO/EVY) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar