Senin, 12 Maret 2012

SAHAM ASING DI TAMBANG: Porsi 51%-49% untuk kemandirian RI

Large_mrs_3496
JAKARTA: Kewajiban divestasi saham asing bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) menjadi 51% milik Indonesia adalah demi kemandirian pengelolaan sektor tambang di dalam negeri.

Dirjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite menegaskan kewajiban divestasi 51% yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2012 itu adalah agar Indonesia bisa mengelola sumber daya alamnya sendiri.

“Maksudnya begini, jangan sampai sumber daya alam ini asing yang menguasai. Intinya itu agar sumber daya alam dikuasai [Indonesia] bukan hanya dari pemegangnya saja, tapi juga pengelolaannya hingga keuangannya juga,” ujar Thamrin ketika ditemui di Gedung DPR-RI, kamis, 7 Maret 2012.

Thamrin mengatakan kebutuhan investasi dan teknologi di sektor ini juga tidak begitu besar. Sementara itu, khusus untuk pemegang Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B), kewajiban divestasinya akan direnegosiasikan.

“KK dan PKP2B itu nanti akan kita renegosiasi, makanya kita siapkan mudah-mudahan renegosiasi ini akan berhasil semua jadi 51% milik Indonesia,” jelas Thamrin.

Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan PP No.24 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PP No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. PP tersebut diteken oleh Presiden SBY pada 21 Februari 2012.

Pada pasal 97 ayat 1 disebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal asing, setelah 5 tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya secara bertahap, sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% dimiliki peserta Indonesia.

Pada PP sebelumnya (PP 23/2010), kewajiban divestasi paling sedikit 20% dimiliki peserta Indonesia.

Dalam PP yang baru, pada pasal 1a disebutkan, kepemilikan peserta Indonesia dalam setiap tahun setelah akhir tahun kelima sejak produksi tidak boleh kurang dari 20% pada tahun keenam.

Lalu 30% pada tahun ketujuh, 37% pada tahun kedelapan, 44% pada tahun kesembilan, dan 51% pada tahun kesepuluh dari jumlah seluruh saham.

Sayangnya, Thamrin enggan merinci sudah berapa banyak pemegang IUP saat ini yang sudah lebih dari 5 tahun berproduksi dan sudah wajib melakukan divestasi.

Dia mengaku rekonsiliasi IUP saat ini juga demi mendapatkan data itu. “Ini kami sedang rekonsiliasi izin ini, terus terang kami kesusahan,” ujarnya.

Pemerintah daerah
Masih berdasarkan PP 24/2012, pada ayat 2 disebutkan, divestasi saham dilakukan kepada peserta Indonesia yang terdiri atas pemerintah, pemda provinsi, atau pemda kabupaten/kota, BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta nasional.

Jika pemerintah tidak bersedia membeli saham, maka ditawarkan kepada pemda provinsi atau pemda kabupaten/kota.

Jika pemda provinsi atau pemda kabupaten/kota tidak bersedia membeli saham, maka ditawarkan kepada BUMN dan BUMD dilaksanakan dengan cara lelang.

Apabila BUMN dan BUMD tidak bersedia membeli saham, maka ditawarkan kepada badan usaha swasta nasional dilaksanakan dengan cara lelang.

Dalam pasal 98 juga ditegaskan bahwa jika terjadi peningkatan jumlah modal perseroan, peserta Indonesia sahamnya tidak boleh terdilusi menjadi lebih kecil dari jumlah saham sesuai kewajiban divestasinya.

Thamrin mengatakan setidaknya ada 3 hal utama dalam PP yang baru itu. Pertama adalah terkait kewajiban divestasi 51%.

Kedua, IUP yang diajukan oleh badan usaha swasta dalam rangka penanaman modal asing hanya dapat diberikan oleh Menteri ESDM (pasal 6 ayat 3b).

Di samping itu, perpanjangan KK dan PKP2B menjadi IUP diberikan oleh Menteri (pasal 112B). Namun menteri dapat menolak permohonan perpanjangan, jika berdasarkan hasil evaluasi, pemegang KK dan PKP2B tidak menunjukkan kinerja pengusahaan pertambangan yang baik.

Ketiga, IUP dan IUPK yang telah berakhir termasuk WIUP dan WIUPK yang diciutkan, wilayahnya dikembalikan kepada Menteri ESDM (pasal 74 ayat 4).

Selanjutnya pada ayat 5 disebutkan juga bahwa wilayah yang diciutkan itu ditetapkan menjadi wilayah pencadangan negara oleh Menteri ESDM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Bsi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar