Selasa, 03 Januari 2012

Kapolri Sebut Ada Pengamanan Sporadis di Bima

04 Januari 2012,Kompas
TEMPO.CO , Jakarta:- Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo menyatakan ada proses pengamanan sporadis yang terjadi pada lokasi 700-800 meter dari Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, dalam insiden Sabtu, 24 Desember 2011, itu.



Lokasi ini adalah tempat tewasnya dua korban, Arif Rachman dan Syaiful, akibat ditembus peluru. "Itulah yang sekarang kami selidiki kenapa ada anggota yang mengeluarkan tembakan seperti itu," kata Timur di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, kemarin, 2 Januari 2011.

Namun Timur membantah perintah penembakan berasal dari Jakarta. Dia hanya menyebutkan, perintah yang ada hanya untuk mengevakuasi warga dan mengosongkan pelabuhan dari pendemo.



Sebab, blokade yang berlangsung sejak 19 Desember 2011 itu telah mengganggu aktivitas masyarakat yang akan menggunakan pelabuhan. "Kapolda juga telah memerintahkan negosiasi karena sudah banyak kendaraan yang terhalang ke pelabuhan."

Mengenai adanya perintah penembakan untuk membubarkan massa, menurut Kapolri, itu merupakan hasil keputusan berdasarkan situasi di lapangan. Proses pembubaran dihitung dan direncanakan oleh Kapolda dan Kapolres.



Timur berdalih pembubaran itu merupakan proses evakuasi. Timur juga menampik perintah pembubaran datang dari Jakarta. "Sekali lagi itu dilakukan oleh Kapolres, kemudian dilaporkan kepada Kapolda," ujarnya.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto juga menegaskan tak ada perintah langsung dari Istana untuk melumpuhkan para demonstran yang memblokade Pelabuhan Sape.



Djoko menjelaskan, tindakan yang diambil kepolisian bertujuan memindahkan massa yang melakukan unjuk rasa karena telah mengganggu kepentingan umum. Menurut dia, blokade pelabuhan yang sudah dilakukan selama enam hari sangat merugikan masyarakat banyak.

"Saya tanya kepada Anda, kalau sudah ada blokade enam hari, merugikan masyarakat tidak? Kemudian apakah tindakan Polri, oke, ada korban itu salah satu hal yang sedang diselidiki.



Tapi mestinya unjuk rasa aspirasi tidak boleh mengganggu kepentingan umum. Itu jelas, pelabuhan lalu lintas barang masuk, BBM, lalu lintas manusia, dan itu sudah 6 hari, dan banyak masyarakat yang dirugikan," kata dia.

Djoko berharap apa yang dilakukan aparat kepolisian ini tak dilihat masyarakat sepotong-sepotong mengingat diduga terjadi kesalahan prosedur yang mengakibatkan adanya korban jiwa dalam upaya pembubaran massa yang berunjuk rasa. “Kalau ada yang memblokade Bandara Soekarno-Hatta, berapa banyak yang dirugikan," ujar Djoko.

Senada dengan Djoko, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan pengamanan Natal dan pembubaran massa yang memblokade Pelabuhan Sape sepenuhnya berada dalam wewenang pemerintah daerah. Gamawan menyebutkan, pemerintah pusat hanya mengkoordinasi dan mengirim surat edaran ke setiap wilayah agar menjamin keamanan dan distribusi barang selama perayaan Natal dan tahun baru.

Ia menyatakan, rapat kabinet soal pengamanan Natal dan tahun baru berlangsung pada 21 Desember 2011, persis pada hari kedua blokade Pelabuhan Sape. Gamawan menyatakan, rapat itu tidak membahas pengamanan di Bima. Rapat itu dihadiri semua kementerian terkait, seperti Menteri Koordinator Polhukkam, Menteri Perhubungan, dan Menteri Pekerjaan Umum. "Sama sekali tidak membahas soal Bima,” ujarnya.

IRA GUSLINA | MUNAWWAROH | SUNUDYANTORO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar