Minggu, 08 April 2012

Walhi: Pencemaran Air Naik Lebih dari 30 Persen

Jum'at, 06 April 2012 | 17:25 WIBfoto
Ilustrasi. globe-net.com  
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan temuan Kementerian Lingkungan Hidup bahwa pencemaran air di Indonesia naik 30 persen sesuai dengan perkiraannya. “Kami sepakat dengan temuan Kementerian,” kata Kepala Departemen Advokasi Walhi, Mukri Friatna, saat dihubungi pada Jumat, 6 April 2012.

Ia menjelaskan temuan KLH tersebut sesuai dengan kajian yang telah dilakukan Walhi pada 2010 hingga 2011 lalu. Bahkan berdasarkan kajian Walhi dalam kurun waktu 2012 hingga 2011 kasus pencemaran air tercatat naik hampir 50 persen. “Jadi sebenarnya malah naik lebih besar dari temuan Kementerian,” katanya.

Dikatakannya, setidaknya terjadi 134 tindak pencemaran air yang terjadi pada 2011. Angka tersebut naik hampir dua kali lipat dari tahun 2010, yaitu 79 tindakan pencemaran.

Temuan Walhi menunjukkan penyebab dominan pencemaran air adalah pencemaran limbah perkebunan sawit yang disinyalir banyak terjadi di daerah Kalimantan dan Sumatera. Penyebab dominan kedua adalah limbah pertambangan, terutama pertambangan batu bara dan emas. Penyebab ketiga adalah limbah industri, dan penyebab pencemaran yang terakhir adalah limbah domestik.
“Di beberapa kota besar memang limbah domestik paling tinggi. Tapi dalam skala tidak terlalu besar dibandingkan limbah-limbah lain,” katanya.

Hal tersebut berbeda dengan temuan KLH yang menyebut pencemaran limbah domestik sebagai penyebab utama pencemaran air.
Setelah limbah domestik, penyebab kedua adalah limbah pertambangan.

Sebelumnya Deputi VII Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas, Kementerian Lingkungan Hidup, Henry Bastaman, menyatakan terjadi peningkatan pencemaran air di Indonesia. “Dari hasil pemantauan, ada kecenderungan meningkat 30 persen,” ujar Henry ketika ditemui seusai penutupan rapat koordinasi nasional Kementerian Lingkungan Hidup, Kamis, 5 April 2012.

Menurut Mukri, dibutuhkan kerja sama semua elemen nasional untuk menanggulangi pencemaran air yang terus meningkat tersebut. Namun, sayangnya, menurut dia pemerintah masih belum menunjukkan keseriusan untuk menanggulangi pencemaran tersebut.

Mukri mencontohkan pemberian izin pembuangan limbah tailing oleh PT Newmont Nusa Tenggara di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, ke laut yang menyalahi Dokumen Strategi Nasional Keanekaragaman Hayati 2003-2020-Indonesia Biodiversity Strategic Action Plan.

Dokumen tersebut melarang submarine tailing disposal (pembuangan tailing di laut) terhitung sejak 2004. “Padahal pemerintah yang membuat rencana kerja nasional itu, tapi mereka yang tidak menjalankan,” kata dia.

RAFIKA AULIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar