Minggu, 08 April 2012

Pemerintah tidak Perlu Produksi Premix

Sabtu, 07 April 2012 19:16 WIB    
JAKARTA--MICOM: Pengamat energi Kurtubi mengungkapkan bahwa wacana untuk mengembangkan bahan bakar minyak campuran pertamax dan premium dengan nama premix sebaiknya tidak dikembangkan.

"Menurut hemat saya, wacana itu sebaiknya tidak dikembangkan dan pemerintah lebih baik berkonsentrasi mengurangi subsidi BBM dengan cara yang tidak memberatkan rakyat,"
kata Kurtubi, di Jakarta, Sabtu (7/4).

Sebelumnya Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo mengusulkan pemakaian premium berangka oktan 90 atau disebut premix untuk menekan besaran subsidi BBM.

Premium berangka oktan 90 tersebut dapat dijual Rp7.250 per liter atau pertengahan harga antara premium 88 sebesar Rp4.500 dan pertamax 92 Rp10.000 per liter, sehingga dengan harga jual premix yang lebih tinggi dibandingkan 88, maka selisih harga yang disubsidi pemerintah menjadi lebih rendah.

"Secara teknis memang tidak ada masalah dalam mencampurkan premium oktan 88 dengan pertamax oktan 92. Tapi bila pencampuran tersebut dilakukan berarti melanggar undang-undang," ungkap Kurtubi.

Melanggar UU karena menurut Kurtubi pencampuran tersebut masuk dalam kategori "mengoplos".

"Karena bila rakyat didorong memakai premix, artinya mendorong rakyat memakai BBM dengan harga terselubung," tambah Kurtubi.

Selain masalah hukum, premix juga menemui kendala dalam pemasaran di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU).

"Untuk memasarkan premix, maka butuh dispenser dan tangki khusus di SPBU sehingga butuh investasi besar oleh pemilik pompa bensin," jelas Kurtubi.

Kurtubi juga menyarankan pemerintah agar berkonsentrasi untuk membangun infrastruktur gas supaya angkutan umum dan mobil pribadi dapat segera pindah ke gas sehingga subsidi BBM dapat ditekan serendah mungkin tanpa menaikkan harga.

Infrastruktur yang dimaksud misalnya adalah pembangunan receiving terminal dan jalur pipa gas.

Terkait produksi siap jual (lifting) minyak dalam APBN-P 2012 sebesar 930 ribu per hari, direvisi dari 950 ribu per hari dalam APBN 2012, Kurtubi menyatakan hal tersebut membutuhkan kerja keras pihak-pihak terkait.

"Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi dan kontraktor harus bekerja keras agar dapat mencapai tgarget, karena sesungguhnya alasan rendahnya lifting sama dari tahun ke tahun, seharusnya sudah dapat dicari solusinya," kata Kurutubi. (Ant/Ol-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar