Minggu, 08 April 2012

Hentikan Polemik Dana Lumpur Lapindo dalam APBN-P

Minggu, 08 April 2012 | 14:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Ahmad Kusaeri, mengkhawatirkan polemik yang berkepanjangan berkaitan dengan biaya penanggulangan dampak lumpur Lapindo yang tercantum dalam Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) akan menghambat proses pembayaran ganti rugi.


Kusaeri berharap polemik anggaran yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN-P 2012 segera diakhiri sehingga proses pembayaran ganti rugi tak sampai terganggu. "Kami (BPLS) hanya pelaksana dan kami yang tiap hari didatangi warga yang berdemo menuntut ganti rugi," kata Kusaeri kepada Tempo, Minggu, 8 April 2012.

Menurut Kusaeri, dengan telah ditetapkannya anggaran Rp 1,6 triliun untuk penanggulangan dampak lumpur, BPLS berharap proses pembayaran ganti rugi dan bantuan sosial bagi warga bisa segera diselesaikan.

Dana tersebut sudah dialokasikan untuk pembayaran tiga kelompok ganti rugi, yaitu untuk pelunasan hak warga di tiga desa: Desa Kedung Cangkring, Pejarakan, dan Desa Besuki. Nilai yang harus dibayarkan Rp 520,7 miliar. Hingga saat ini yang sudah dibayar Rp 491,5 miliar. Sementara sisanya rencananya akan diambilkan dari APBNP 2012.

Dana dari APBN-P 2012 juga akan digunakan untuk pembayaran ganti rugi bagi warga di sembilan rukun tetangga (RT) di wilayah Siring Barat, Jatirejo Barat, dan Mindi, yang seluruhnya senilai Rp 276,7. Hingga saat ini baru terbayar Rp 52,882 miliar.

Selain itu, pembayaran bagi warga di 65 RT lainnya yang telah diputuskan mendapatkan ganti rugi berupa pembelian tanah dan bangunan serta bantuan sosial juga diambil dari dana APBN-P 2012 tersebut.

Dana bantuan sosial berupa uang pindah rumah Rp 500 ribu per keluarga, uang kontrak rumah Rp 2,5 juta per tahun (dibayarkan Rp 5 juta untuk dua tahun), dan uang jatah hidup Rp 300 ribu per jiwa per bulan dibayarkan untuk enam bulan berturut-turut. Dana bantuan sosial harus dibayarkan lebih dahulu sebelum dilakukan pembayaran ganti rugi aset berupa tanah dan bangunan.

Kusaeri mengatakan kalangan DPR seharusnya tidak perlu mempolemikkan perubahan anggaran penanggulangan dampak lumpur Lapindo dalam APBN-P 2012 dari Rp 1,3 triliun menjadi Rp 1,6 triliun. "Awalnya memang anggarannya Rp 1,3 triliun, tapi kan harus diubah karena saat ini ada tambahan pembayaran untuk bantuan sosial di 65 RT yang semula belum dimasukkan," ujarnya.

Jika terus dipolemikkan, justru akan menambah ketidakpastian proses pembayaran ganti rugi bagi para korban. Apalagi saat ini para korban sudah tenang karena uang ganti rugi sudah ada di BPLS, hanya menunggu proses pencairan.

Selain ganti rugi yang ditangani BPLS, proses pelunasan ganti rugi yang masih menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas Incorporation melalui PT Minarak Lapindo Jaya hingga saat ini masih mandek.

Perusahaan tersebut bertanggung jawab memberikan ganti rugi bagi warga yang permukimannya masuk dalam peta terdampak sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007. Mereka berasal dari Desa Siring, Jatirejo, Renokenongo, dan Desa Kedung Bendo.

Menurut data yang ada di BPLS, dari nilai seluruh kewajiban
Rp 3,831 triliun, PT Minarak baru membayar Rp 2,910 triliun, sehingga masih tertunggak Rp 920,5 miliar. ”BPLS juga bertanggung jawab untuk mengawasi proses pembayaran yang masih menjadi kewajiban Lapindo, yang masih mengusahakan dana talangan dari Bank Jatim,” ucap Kusaeri.

Namun Komisaris Bank Jatim Choirul Djaelani mengatakan sangat sulit bagi Bank Jatim untuk mencairkan pinjaman yang diajukan Lapindo. "Nilai pinjamannya hampir Rp 1 triliun. Kalau harus mengalihkan dana, misalnya, dari sektor pinjaman UMKM, tentu tidak mungkin," katanya.

FATKHURROCHMAN TAUFIQ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar